Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan dampak yang
sangat positif bagi peradaban umat manusia, Salah satu kemajuan zaman
yang fenomenal sekarang ini adalah internet yang mana telah merubah cara
seseorang berkomunikasi, bersosialisasi dan memudahkan seseorang dalam
memperoleh informasi. Akhir ini sudah sangat marak adanya situs jejaring
social seperti facebook, tweeter, plurk dll yang mempermudah seseorang
dalam berkomunikasi dan bersosilisasi antara satu orang dengan orang
lain yang berada pada tempat yang tidak terbatas, selain itu adalah
aktifitas ekonomi seperti beriklan dan menjual produk lewat internet
yang terbukti sangatlah efektif dan ekonomis karena penjual tidak perlu
menghabiskan uang sampai jutaan atau milyaran rupiah untuk membangun
sebuah usaha dan menyediakan peralatan serta menyewa para pekerja dalam
menjual produk nya, tapi cukup dengan membuka situs di internet yang
diawali oleh seorang operator. Namun ibarat mata uang yang mempunyai dua
sisi, selain hal yang positif, otomatis dampak negatif dari kemajuan
tersebut juga akan muncul sebagai tandingannya. Karena adanya
perkembangan teknologi yang terus meningkat, tingkat angka kejahatan
dari tahun ke tahun juga akan semakin meningkat secara signifikan
jumlahnya, baik dari segi korban maupun jumlah uang yang raib. Salah
satu contoh dari kejahatan di internet adalah
Carding.
Carding merupakan salah satu kejahatan di internet yang
berupa penipuan dalam proses perbelanjaan, yaitu dengan berbelanja
mengguakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh
secara illegal dan biasanya dengan mencuri data di internet. Sasaran
yang dituju oleh carder (sebutan bagi para penipu di internet) adalah
website berbasis E-commerce yang memungkinkan data basenya menyimpan
puluhan bahkan ratusan kartu kredit, paypal atau data nasabah bank.
Terdapat banyak karakteristik kejahatan carding yang terjadi, di
antaranya adalah :
- Minimized Physical Contact (tidak adanya kontak secara fisik)
System modus ini adalah carder tidak perlu mencuri kartu kredit secara
fisik, tapi cukup dengan mengetahui nomornya, pelaku sudah bisa
melakukan aksinya.
- Non violance (tanpa kekerasan)
Pelaku tidak melakukan kekerasan secara fisik seperti ancaman yang
menimbulkan ketakutan sehinga korban memberikan harta bendanya.
- Global
karena kejahatan ini terjadi lintas negara yang mengabaikan batas-batas geografis dan waktu.
- High Technology
Sarana yang digunakan dalam kejahatan tersebut menggunakan peralatan berteknologi yang berupa jaringan internet.
Proses pertama yang dilakukan seorang carder adalah dengan
Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara
antara lain:
phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs
klik.bca),
hacking, sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara
carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat
carding dan lain-lain. Setelah itu Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti
Ebay, Amazon untuk kemudian
carder
mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu
tersebut masih valid atau limitnya mencukupi. Lalu melakukan transaksi
secara
online untuk membeli barang seolah-olah
carder
adalah pemilik asli dari kartu tersebut dan Menentukan alamat tujuan
atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat
penetrasi pengguna internet di bawah 10 %, namun menurut survei AC
Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat keenam dunia dan keempat di Asia
untuk sumber para pelaku kejahatan
carding. Hingga akhirnya Indonesia di-
blacklist oleh banyak situs-situs
online sebagai negara tujuan pengiriman. Oleh karena itu, para
carder
asal Indonesia yang banyak tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta
umumnya menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat
antara dimana di negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan, maka
carder langsung dapat mengambil barang tersebut.
Dan untuk menangani hal-hal tersebut polri telah menyikapinya dengan
membentuk suatu satuan khusus di tingkat Mabes Polri yang dinamakan
Direktorat Cyber Crime. Di awali oleh personil terlatih untuk menangani
kasus-kasus semacam ini, tidak hanya dalam teknik penyelidikan dan
penyidikan, tapi juga mereka menguasai teknik khusus untuk pengamanan
dan penyitaan bukti-bukti secara elektronik. Mengingat dana yang
terbatas karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil, maka
apabila terjadi kejahatan di daerah, maka Mabes Polri akan menurunkan
tim ke daerah untuk memberikan asistensi. Dan secara detil dapat saya
kutip isi pasal tersebut yang menerangkan tentang perbuatan yang
dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa
illegal access:
Pasal 31 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika
dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem
elektronik secara tertentu milik orang lain.”
Pasal 31 ayat 2: “Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau
dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam
suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau penghentian
informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan.” .
semoga langkah awal dari pengamanan ini mampu mencegah
kejahatan-kejahatan yang terus meningkat. Amienn ………!